CONTOH DAN PENGERTIAN UPACARA ADAT KEAGAMAAN DI INDONESIA
1.Sekatenan.
Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin “ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut, dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dalam pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di hari Idul Fitri.
2. Hari Raya Galungan
Galungan adalah hari kemenangan Dharma melawan Adharma yaitu pemujaan terjadinya kemenangan kebenaran atas ketidakbenaran dengan restu Sang Hyang Widhi Wasa. Galungan diadakan kira 210 hari sekali pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang mempunyai arti “menang” Galungan mempunyai arti yang sama juga dengan “Dungulan”, yang juga berarti menang. Oleh karena itu di Jawa, wuku yang ke 11 disebut “Wuku Galungan” dan di Bali disebut dengan “Wuku Dungulan”. Kedua nama itu berbeda namun artinya tetap sama.Apabila bertepatan dengan purnama, Galungan di adakan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping itu ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang Ketu yaitu Dewa Kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu Galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut “Galungan Nadi”, yang datangnya sekitar kurun waktu 10 tahun sekali.Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa Disebutkan pula, bahwa pulau Bali saat merayakan Galungan pertama itu bagaikan Indra Loka.
3. Hari Raya Pagerwesi
Hari Raya Pagerwesi ini jatuh tiap 6 bulan ( 210 hari ) pada Rabu Kliwon Shita, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Hari Pagerwesi yaitu hari yang di khususkan untuk memagari jiwa dalam peyucian diri untuk dapat menerima kemuliaan dan berkah dari Sanghyang Pramesti Guru . (Tuhan Yang Maha Pencipta).
Pagerwesi mempunyai arti Pagar dari Besi. Ini melambangkan Segala sesuatu yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat atau dalam pengertian lain, sesuatu yang bernilai tinggi jangan sampai mendapat gangguan apa lagi dirusak. Bagi umat Hindu Hari Raya Pagerwesi dalam bahasa Bali-nya disebut magehang awak, Sanghyang Pramesti Guru dengan nama lain Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan yang di percaya menjadi gurunya manusia dan alam semesta ini juga yakini dapat menghapus segala hal hal yang buruk dalam diri manusia.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan,
Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut :Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.Pelaksanaan upacara Pagerwesi sesungguhnya dititik beratnya kepada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Karena mereka yang lebih mengerti dan memahami tentang keberadaan Sang Hyang Pramesti Guru beserta para dewa lainnya, lalu kemudian disebar luaskan dan diajarkan kepada masyarakat dan umat Hindu Khususnya.
Pelaksaan Hari Raya Pagerwesi ini diadakan saat tengah malam dengan upacara dan persembahan yang ditujukan untuk Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta adalah 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri tanah, air, api, angin, ruang/tempat. Setelah upacara panca maha bhuta selesai dilaksanakan lalu di lakukan Yoga-Samadhi yang bertujuan untuk menentramkan hati dan pikiran agar dapat menahan gejolak dan hasrat yang tidak baik. Selain itu juga pada saat Hari Haya Pagerwesi dianjurkan berpuasa selama 1 hari ( 24 jam ). Konon pada jam 3:30 Sang Hyang Pramesti Guru disertai para Dewa dan Pitara, turun memberikan berkah pencerahaan kepada umat nya yang benar benar menjalankan.
Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.
Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung kemasyarakat, disitu anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga unikan dari upacara tersebut
4.Mekotek
Upacara Mekotek dilaksanakan dengan tujuan memohon keselamatan. Upacara yang juga di kenal dengan istilah ngerebek. Mekotek ini adalah warisan leluhur, adat budaya dan tradisi yang secara turun temurun terus dilakukan umat Hindu di Bali.
Pada awalnya pelaksanaan upacara Mekotek diselenggarakan untuk menyambut armada perang yang melintas di Munggu yang akan berangkat ke medan laga, juga penyambutan pasukan saat mendapat kemenangan perang Blambangan pada masa kerajaan silam.
Dahulunya upacara ini menggunakan tombak yang terbuat dari besi. Namun seiring perkembangan zaman dan untuk menghindari peserta yang terluka maka sejak tahun 1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu pulet. Tombak yang asli dilestarikan dan disimpan di pura.
Mekotek sendiri diambil dari kata tek-tek yang merupakan bunyi kayu yang diadu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi.
Perayaan upacara Mekotek selalu dilakukan oleh warga Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, pada setiap Hari Raya Kuningan. Selain sebagai simbol kemenangan, Mekotek juga merupakan upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun lalu.
Pada saat itu Perayaan upacara Mekotek dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda 1915 (Ida Bagus Gede Mahadewa) karena takut terjadi pemberontakan, namun akibat dari larangan tidak boleh mengadakan upacara Mekotek tersebut muncul wabah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan banyak memakan korban jiwa. Lalu terjadi perundingan dan akhirnya diizinkan kembali, sejak saat itu tidak pernah ada lagi bencana.
Upacara ini Makotek ini diikuti sekitar 2000 penduduk Munggu yang terdiri dari 15 banjar turun ke jalan dari umur 12 tahun hingga 60 tahun. Mereka mengenakan pakaian adat madya dengan hanya mengenakan kancut dan udeng batik dan membawa selonjoran kayu 2 meter yang telah dikuliti. Pada tengah hari seluruh peserta berkumpul di pura Dalem Munggu yang memanjang. Disana dilakukan upacara syukuran bahwa selama 6 bulan pertanian perkebunan dan segala usaha penduduk berlangsung dengan baik, setelah serangkaian upacara berlangsung, keseluruhan peserta melakukan pawai menuju ke sumber air yang ada di bagian utara kampung. Warga kemudian terbagi dalam beberapa kelompok . Di setiap pertigaan yang dilewati masing masing kelompok yang terdiri dari 50 orang akan membuat bentuk segitiga menggabungkan kayu-kayu tersebut hingga berbentuk kerucut lalu mereka berputar, berjingkrak dengan iringan gamelan. Pada saat yang tepat seorang yang dianggap punya nyali sekaligus punya kaul akan mendaki puncak piramid dan melakukan atraksi entah mengangkat tongkatnya atau berdiri dengan mengepalkan tangan, sambil berteriak laksana panglima perang mengkomamdoi prajuritnya untuk terus menerjang musuh lalu kemudian ditabrakkan dengan kelompok yang mendirikan tumpukan kayu yang lain. Sesampai di sumber air, tameng suci, segala perangkat upacara yang dibawa dari Pura Dalem diberi tirta air suci dan dibersihkan. Kemudian mereka melakukan pawai kembali ke Pura Dalem untuk menyimpan semua perangkat yang dibawa berkeliling tadi.
No comments:
Post a Comment